Batasan Sifat Makhluk Bernyawa pada gambar foto / lukisan / Video / TV dll

Imam Nasa’I meriwayatkan dengan lafadz:

“Jibril minta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau berkata : Masuklah. Kata Jibril: Bagaimana saya akan masuk sedangkan dalam rumah Anda ada tirai brgambar ? Maka jika Anda potong kepala-kepalanya, atau Anda jadikan hamparan yang dipijak (dihinakan setelah dipotong, red – barulah Jibril akan masuk). Karena sesungguhnya kami – para malaikat – tidak akan masuk ke rumah yang didalamnya ada gambar-gambar.” (HR Abdur Razaq, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan beliau mengatakan Hasan Shahih dan Ibnu Hibban mensahihkannya).

Imam Al Hadifz Ibnu Hajar Al Atsqalani menjelaskan:

“Kata al Khaththabi: dan gambar yang menghalangi masuknya malaikat ke dalam rumah adalah gambar yang padanya terpenuhi hal-hal yang haram, yakni gambar-gambar makhluk yang bernyawa, yang tidak terpotong kepalanya (menjelaskan sifat pada wajah/kepala seperti mata, telinga, kening, hidung, dll) atau tidak dihinakan. Dan bahwasanya dosa tukang gambar itu besar karena gambar-gambar itu ada yang diibadahi selain ALLAH, selain gambar itu mudah menimbulkan fitnah (bahaya) bagi yang memandangnya (gambar wanita, tokoh, ulama, red).”

- - -

Dalam riwayat berikut ini akan disebutkan bentuk gambar itu, seperti yang diberitakan ‘Aisyah radiyallahu 'anha:

“Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam datang dari safar sementara aku menutupi pintuku dengan durnuk (tabir dari kain tebal berbulu, seperti permadani yang dipasang di dinding, –pent.), yang terdapat gambar kuda-kuda yang memiliki sayap. Maka beliau memerintahkan aku untuk mencabut tabir tersebut, maka akupun melepasnya.” [HR. Al-Bukhari no. 5955 dan Muslim no. 5489, dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas.]

Masih hadits Aisyah radiyallahu 'anha, ia mengkhabarkan pernah membeli namruqah[1] bergambar makhluk bernyawa. Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam berdiri di depan pintu dan tidak mau masuk ke dalam rumah.

Aisyah pun berkata:

“Aku bertaubat kepada Allah, apa dosaku?” Nabi berkata: “Untuk apa namruqah ini?” Aku menjawab: “Untuk engkau duduk di atasnya dan bersandar dengannya.”

Beliau shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini akan diazab pada hari kiamat, dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan, dan sungguh para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar’.” [HR. Al-Bukhari no. 5957, kitab Al-Libas, bab Man Karihal Qu‘ud ‘alash Shuwar dan Muslim no. 5499.]

- - -

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya mengisyaratkan, kedua hadits di atas[2] tidaklah saling bertentangan bahkan satu dengan lainnya bisa dikumpulkan. Karena bolehnya memanfaatkan bahan yang bergambar (makhluk bernyawa) untuk diinjak atau diduduki[3] tidak berarti boleh duduk di atas gambar.

Maka bisa jadi yang dijadikan bantal oleh Aisyah radiyallahu 'anha adalah pada bagian qiram yang tidak ada gambarnya. Atau gambar makhluk hidup pada qiram tersebut telah terpotong kepalanya atau terpotong pada bagian tengah gambar sehingga tidak lagi berbentuk makhluk hidup, maka Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam pun tidak mengingkari apa yang dilakukan Aisyah radiyallahu 'anha.

(Fathul Bari, 10/479)


Penjelasan lanjut ttg hadits Aisyah di atas:

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata: “Dalil-dalil ini menunjukkan haramnya seluruh gambar makhluk bernyawa, baik yang memiliki bayangan (tiga dimensi) atau tidak memiliki bayangan (dua dimensi). Hadits qiram menun-jukkan haramnya gambar makhluk hidup yang tidak memiliki bayangan. Demikian pula perintah Nabi shallahu 'alaihi wa sallam untuk menghapus gambar-gambar yang ada di dinding Ka’bah, maka gambar-gambar tersebut dihapus dengan menggunakan kain perca dan air.”

Beliau rahimahullah juga berkata: “Lebih utama bila rumah dibersihkan dari gambar-gambar yang dihinakan sekalipun (seperti gambar yang ada di keset, yang diinjak-injak oleh kaki-kaki manusia) agar malaikat tidak tercegah/tertahan untuk masuk ke dalam rumah. Dan juga Nabi shallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar gambar-gambar yang ada pada namruqah dipotong, dan bisa jadi gambar-gambar yang ada pada hamparan itu telah terpotong gambarnya sehingga bentuknya menjadi seperti pohon.” (Hukmu Tashwir, hal. 31)

Abu Hurairah radiyallahu 'anhum berkata: Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jibril datang menemuiku, beliau berkata: ‘Sesungguhnya aku semalam mendatangimu, namun tidak ada yang mencegahku untuk masuk ke rumah yang engkau berada di dalamnya melainkan karena di pintu rumah itu ada patung laki-laki, dan di dalam rumah itu ada qiram bergambar yang digunakan sebagai penutup, di samping itu pula di rumah tersebut ada seekor anjing. Maka perintahkanlah kepada seseorang agar kepala patung yang ada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya seperti pohon, perintahkan pula agar kain penutup itu dipotong-potong untuk dijadikan dua bantal yang bisa dibuat pijakan, dan juga perintahkan agar anjing itu dikeluarkan’.” Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam pun melaksanakan pengarahan Jibril tersebut.

(HR. At-Tirmidzi no. 2806, kitab Al-Libas ‘an Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, bab Ma Ja`a Annal Malaikah la Tadkhulu Baitan fihi Shurah wa la Kalb, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih, 4/319)

Dalam masalah gambar yang berupa stempel/lukisan pada kain, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah menguatkan pendapat yang menyatakan jika gambar tersebut utuh dan jelas bentuknya maka haram. Namun jika gambar itu dipotong kepalanya, atau terpisah-pisah bagian tubuhnya maka boleh.

(Fathul Bari, 10/480)

Namun bila masih ada kepalanya, maka tetap tidak boleh, karena Ibnu Abbas radiyallahu 'anhum mengatakan: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala. Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar hidup.” Riwayat mauquf[4] ini dibawakan Al-Baihaqi rahimahullah dalam Sunan-nya (7/270) dan isnadnya shahih sampai Ibnu Abbas radiyallahu 'anhum, kata Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah.[5]

(Hukmu Tashwir, hal. 55)


NOTA:

[1] Namruqah adalah bantal-bantal yang dijejer berdekatan satu dengan lainnya atau bantal yang digunakan untuk duduk. (Fathul Bari, 10/478)

[2] Yaitu hadits yang menyebutkan bahwa Aisyah radiyallahu 'anha memotong-motong qiramnya menjadi satu atau dua bantal dan hadits yang menyebutkan pengingkaran Nabi r terhadap perbuatan Aisyah radiyallahu 'anha yang membeli namruqah (bantal-bantal) untuk tempat duduk beliau. Hadits pertama menunjukkan Nabi r mau menggunakan bantal yang dibuat dari potongan-potongan kain bergambar sedangkan hadits kedua menunjukkan Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak mau menggunakan bantal-bantal yang dibeli Aisyah radiyallahu 'anha karena ada gambar padanya.

[3] Seperti dijadikan bantal duduk atau keset/ lap kaki.

[4] Ucapan, perbuatan atau penetapan (taqrir) dari shahabat

[5] Adapun hadits yang marfu‘ (sampai kepada Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam) dengan lafadz seperti ini tidak ada yang shahih, bahkan dhaif jiddan (lemah sekali) (Hukmu Tashwir, hal. 54)

Rujukan:
1. http://asysyariah.com/hukum-gambar-makhluk-bernyawa-bagian-2.html
2. http://ummuammar88.wordpress.com/2009/03/20/dalil-dalil-syari-tentang-gambar-makhluk-hidup/

Ulasan